Ketika Bumi Semakin Gerah
Beritaburung – Ketika Bumi Semakin Gerah Suhu rata-rata bumi terus mengalami kenaikan. Dalam lima tahun ke depan, Badan Meteorologi Dunia (WMO) memperkirakan, ambang batas kritis kenaikan suhu 1,5 derajat Celcius akan terlampaui. Dibutuhkan sinergi aksi berbagai pihak mencegah perubahan iklim terus berlanjut.
Awal Mei lalu, Ratna dan suaminya memutuskan membeli kipas angin yang bisa mengeluarkan embun air di sebuah toko elektronik di Jakarta Selatan.
Meski kamar tidurnya sudah dipasang pendingin ruangan (AC), dia dan suaminya merasa kegerahan setiap malam. Tidurnya tidak nyaman dalam beberapa pekan terakhir.
Awalnya, Ratna menduga mesin AC-nya butuh diperbaiki. Namun setelah diperiksa, AC di kamarnya dalam kondisi normal. Dari perbincangan dengan tukang servis AC, ternyata tidak Ratna saja yang mengeluhkan hal yang sama.
Perubahan Cuaca yang tinggi
“Tukang AC bilang, pelanggannya banyak yang komplen, kok AC mereka enggak dingin. Ternyata memang cuaca sedang panas banget,” cerita Ratna dalam perbincangan dengan merdeka.com pertengahan Mei lalu.
Cerita serupa juga dialami Wanda, warga Ciputat, Tangerang Selatan. Kamarnya yang berada di lantai dua tak nyaman lagi untuk ditiduri. Kipas angin tak mampu mendinginkan ruangan. Udara panas yang dia rasakan seolah terkurung di kamarnya.
Wanda pun memutuskan memasang AC di kamarnya meski harus menambah pengeluaran untuk biaya listrik. “Mau gimana lagi, daripada tiap malam tidur keringatan,” ujar karyawan swasta di bilangan Sudirman itu.
Hal yang sering di rasakan
Apa yang dirasakan Ratna dan Wanda itu sebenarnya merupakan fenomena jelang pergantian musim atau pancaroba.
Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Miming Saefudin menjelaskan, wilayah Ciputat tercatat menjadi daerah dengan suhu terpanas di Indonesia pada periode 1 sampai 11 Mei 2022 lalu.
Miming menambahkan, kondisi suhu udara permukaan di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh posisi lintang, topografi, jarak dari lautan, sirkulasi udara, dan faktor lokal seperti tutupan lahan. Wilayah yang lebih banyak pepohonan akan lebih sejuk dibanding wilayah yang terbuka atau didominasi bangunan dan gedung-gedung
Dari pemantauan BMKG
suhu udara tertinggi di Ciputat terjadi pada Minggu 7 Mei yang mencapai 36 derajat Celcius dan berlangsung dalam beberapa hari. Angka yang sama juga tercatat di stasiun cuaca Kalimaru Kalimantan Timur.
Pelaksana tugas Deputi Klimatologi BMKG Urip Haryoko dalam keterangannya 13 Mei lalu menepis jika kejadian suhu panas di Indonesia termasuk kategori gelombang panas (heatwave) seperti yang melanda India.
Menurut Urip, gelombang panas berdasarkan definisi Badan Meteorologi Dunia (WMO) adalah anomali cuaca lebih panas 5 derajat Celcius dari rata-rata klimatologis suhu maksimum di suatu lokasi, dan setidaknya sudah berlangsung dalam 5 hari.
Gelombang panas umumnya juga terjadi dalam cakupan yang luas yang diakibatkan oleh sirkulasi cuaca tertentu sehingga menimbulkan penumpukan massa udara panas.
Baca Juga : GoPay Gencarkan Edukasi di Fekdi
Peralihan Musim
Meningkatnya suhu dirasakan lebih panas atau terik dari biasanya pada bulan Mei dinyatakan BMKG sebagai hal yang wajar dalam peralihan musim.
Dalam analisis klimatologi, sebagian besar lokasi-lokasi pengamatan suhu udara di Indonesia menunjukkan dua puncak suhu maksimum terjadi pada pada bulan April atau Mei dan September.
Urip Haryoko mengungkapkan, terdapat pengaruh dari posisi gerak semu matahari dan juga dominasi cuaca cerah awal atau puncak musim kemarau.
Suhu maksimum 36 derajat Celcius di Ciputat dan Kalimaru juga bukan merupakan rekor suhu tertinggi.
Dalam catatan BMKG, rekor suhu tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia adalah 40 derajat Celcius di Larantuka, NTT, pada 5 September 2012.
Menurut Urip, anomali suhu yang lebih panas dibandingkan beberapa wilayah lainnya di Indonesia mengindikasikan faktor lain yang mengamplifikasi periode puncak suhu udara tersebut.
“Sirkulasi massa udara memicu tertahannya masa udara panas di atas sebagian wilayah Sumatera dan Jawa sehingga mengamplifikasi Mei yang panas,” jelasnya.
Lebih jauh, Urip menyebut suhu udara tinggi terjadi pada udara yang kelembapannya tinggi akan dirasakan sumuk atau gerah. Sedangkan bila udaranya kering (kelembapan rendah) maka
cuaca akan terasa terik dan membakar.
Berdasarkan analisis iklim dasarian pada periode 1-10 Mei 2022, terjadi peningkatan suhu muka laut di wilayah Samudera Hindia barat Sumatera dan Laut Jawa. Hal ini akan menambah suplai udara lembap akibat penguapan yang lebih intensif dari permukaan lautan.
Sementara itu, analisis sirkulasi angin menunjukkan adanya pusaran kembar (double vortex) di bagian utara dan selatan belahan bumi sebelah barat Sumatera sebagai manifestasi dari aktifnya gelombang atmosfer MJO (Madden Julian Oscillation) di area tersebut.
Di sisi lain, di atas Pulau Kalimantan juga muncul vortex meskipun lebih lemah. Kondisi itu menyebabkan angin di atas sebagian wilayah Jawa dan Sumatera menjadi lemah dan cenderung stabil, sehingga udara yang lembab dan panas cenderung tertahan tidak bergerak ke mana-mana.
Tren Kenaikan Suhu
Banyak pihak yang menyebut, kejadian naiknya suhu harian di Indonesia akibat terjadinya perubahan iklim. Urip Haryoko menyatakan dugaan itu tidak salah, tapi tidak dapat dibenarkan sepenuhnya. Dia menegaskan, setiap satuan kejadian cuaca tidak dapat disebut secara langsung sebagai akibat pemanasan global atau perubahan iklim.
Perubahan iklim harus dibaca dari rentetan data iklim yang panjang, tidak hanya dari satu kejadian. Namun begitu, tren kejadian suhu panas dapat dikaji dalam series data yang panjang apakah terjadi perubahan polanya baik magnitudo panasnya maupun seringnya kejadian,” Urip memaparkan.
suhu permukaan
Dari analisis data pengukuran suhu permukaan di 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir menunjukkan peningkatan suhu permukaan dengan laju yang bervariasi.
Secara umum tren kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami tren kenaikan lebih dari 0,3 derajat Celcius per dekade (10 tahun).
Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi terjadi di Stasiun Meteorologi Temindung, Kalimantan Timur (0,95 derajat Celcius per dekade), sedangkan laju terendah tercatat di Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin, Bima, NTT (0,01 per dekade).
Sedangkan peningkatan suhu udara permukaan di wilayah
Jakarta dan sekitarnya meningkat dengan laju 0,40 hingga 0,47 derajat Celcius per dekade.BMKG menyimpulkan, dari analisis data kejadian suhu panas di awal Mei, penyebabnya dipengaruhi oleh faktor klimatologis yang diamplifikasi oleh dinamika atmosfer skala regional dan skala meso.
BMKG juga memastikan kondisi ini bukanlah termasuk kondisi ekstrem yang membahayakan seperti gelombang panas (heatwave).
itu diperkuat oleh data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Pengampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian menyebut, suhu udara yang meningkat sebagai penanda kondisi cuaca ekstrem yang tidak terjadi secara alamiah. Ada intervensi yang berlebihan dari aktivitas eksploitatif.
Kesimpulan BMKG
“Data kita dari 2017 sampai sekarang, volume perubahan bentang hutan dan lahan menjadi faktor utama dan terbesar emisi gas rumah kaca. Lalu diikuti pelepasan emisi dari energi PLTU batu bara,” ujar Uli saat dihubungi merdeka.com pekan lalu.
Seiring peningkatan emisi, Walhi memprediksi tingkat kepanasan ikut naik. Uli mendesak intervensi dan keseriusan negara dalam mengurangi perubahan hutan dan lahan untuk perluasan kebun sawit dan perluasan tambang.
“Proyeksinya ke depan itu cuaca makin ekstrem. Bisa jadi sangat panas sekali dan bisa juga hujan berlebih, dan kita enggak bisa prediksikan cuaca ekstrem,” ujarnya.
Salah satu contoh perubahan iklim yang terjadi, Uli menyebut, siswa dulu diajarkan jika bulan yang berakhiran ‘ber’ pertanda musim hujan. Tapi kini tidak berlaku lagi. “Sekarang enggak, panas kan. Hari ini tadi panas, kemudian mendung, hujan, tapi suhu panas,” pungkasnya.