BERITA BURUNG Berlokasi tak jauh dari kawasan wisata Kota Tua, tentu membuat Stasiun Jakarta Kota cukup populer di kalangan wisatawan. Setiap akhir pekan, stasiun yang dikenal dengan Beos ini selalu ramai dipadati publik yang ingin menghabiskan waktu untuk berwisata di kawasan Kota Tua.

Pada hari kerja, Jakarta Kota selalu dikerubuti calon penumpang KRL yang didominasi pengguna KRL relasi Jakarta Kota – Bogor. Rutenya yang strategis dan melewati pusat perkantoran Jakarta, tentu membuat stasiun KRL ini menjadi langganan moda transportasi murah meriah bagi para pekerja.

Tak hanya menjadi tempat pemberhentian kereta, Jakarta Kota juga merupakan cagar budaya yang dilindungi. Meniti tali ke belakang, ternyata Jakarta Kota menyimpan saksi sejarah tombak pembangunan kereta di Indonesia.

Mengutip ragam sumber, inilah 10 fakta Stasiun Jakarta Kota yang perlu kamu ketahui.

Mengorek informasi dari laman KAI Heritage, Stasiun Jakarta Kota merupakan kereta api terbesar di Indonesia. Untuk luasnya sendiri mencapai sekitar 325 hektar. Manager Preservation and Documentation PT KAI (Persero), Hardika Hadi Rismaji menjelaskan, Stasiun Jakarta Kotamemiliki luas bangunan sekitar kurang lebih 7000 meter persegi dengan luas keseluruhan area sekitar 14.000 meter persegi.

Stasiun Jakarta Kota sendiri adalah sebuah stasiun terminus yang menjadi akhir tanpa mempunyai kelanjutan jalur rel kereta api. Sebelah timur Jakarta Kota, terdapat dipo kereta yang digunakan untuk menyimpan dan merawat kereta api jarak jauh. Misalnya, kereta api Bima, Gayabaru Malam Selatan, Taksaka, dan lain sebagainya.

Setidaknya, Stasiun Jakarta Kota mempunyai dua nama lain pada zaman kolonial Belanda. Pada awal pembangunannya, Jakarta Kota mempunyai nama Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij atau Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur.

Stasiun ini populer dengan nama Beos untuk mempermudah penyebutannya. ini juga dinamai Stasiun Batavia Zuid atau Batavia Selatan, lantaran lokasinya terletak di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta pada akhir abad ke-19.

Setidaknya, ada 3 jalur rute yang beroperasi di Stasiun Jakarta Kota, yaitu Jakarta Kota-Bogor, Jakarta Kota-Tj. Priok, dan Jakarta Kota-Nambo. Jakarta Kota juga mempunyai 12 kereta api dengan ketinggian 4 mpdl.

Stasiun Jakarta Kota adalah sebuah bersejarah yang menjadi pilar sekaligus kiblat pembangunan di Indonesia. Maka itu, Menteri Budaya dan Pariwisata Indonesia menetapkan Jakarta Kota bangunan  Cagar Budaya.

Penetapan ini berlandaskan SK Gubernur Nomor 475 Tahun 1993 tertanggal 29 Maret 1993 dan SK Menbudpar Nomor PM.13/PW.007/MKP/05 tertanggal 25 April 2005.

Stasiun Jakarta Kota, terdiri dari dua lantai. Lantai satu digunakan sebagai armada kereta api, lengkap dengan jadwal pemberangkatan dan dipo peristirahatan kereta jarak jauh. Sedangkan lantai dua dahulu dimanfaatkan sebagai Kantor Eksploitasi Barat, di bawah naungan Djawatan Kereta Api Republik Indonesia.

Terdapat tangga dari batu yang dilapisi kayu pada bagian hall dalam  yang menghubungkan ke lantai dua.

Pada zaman kolonial Belanda, masyarakat dahulu mengangkat komoditas pertanian dengan dokar dengan bertenaga kuda. Kegiatan ini dinilai tidak efisien, lantaran memakan waktu lama dan menurunkan kualitasnya sesampainya di pelabuhan.

Maka itu, Pemerintah Hindia Belanda merampungkan pembangunan stasiun kereta api di Batavia untuk mempermudah mobilitas pengiriman komoditas pertanian.

Walau sempat ditutup pada 1926 untuk dilakukan renovasi pembangunan, Jakarta Kota diresmikan pada 8 Oktober 1929. Untuk menyambut pembukaan Stasiun Jakarta Kota tersebut, Gubernur Jendral JHR. A.C.D. de Graeff pun melakukan pesta peresmian besar-besaran dengan penanaman kepala kerbau sebagai sesajen.

Mengutip dari lama KAI Heritage, Jakarta Kota yang kala itu bernama Batavia Zuid (Batavia Selatan) awalnya dibangun pada tahun 1870 dan rampung pada 19 Agustus 1929. Pembangunan Jakarta Kota dikepalai oleh arsitek Belanda kelahiran Tulungagung, yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels.

Sang arsitek pun dengan tangan dinginnya membangun Jakarta Kota dengan struktur bangunan yang megah dengan desain atap baja yang melengkung. Atap melengkung inilah yang kemudian menjadi cirikhas dari bangunan  Jakarta-Kota serta sebagai pembeda dengan lainnya di Indonesia.

Pada bagian peron , sang arsitek menggunakan rangka atap frame berbentuk butterfly shed (kupu-kupu) dengan penyangga kolom baja pada ini.

Sebuah filosofi Yunani Kuno mengatakan bahwa kesederhanaan adalah jalan menuju keindahan. Demikian, filosofi tersebut menjadi landasan bagi bangunan Jakarta Kota yang berbalut art deco yang kental dan seserhana, namun tetap memiliki kesan megah dan besar.

Sang arsitek, Frans Johan Louwrens Ghijsels sendiri pun memadukan struktur dan teknik modern barat dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Lantas itulah, ini dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen.

Demikian informasi serta fakta tentang Stasiun Jakarta Kota yang sudan Popbela rangkum. Kalau kamu pergi ke Jakarta Kota, mana nih hal yang paling kamu sukai tentang ini, Bela?