Review JURASSIC WORLD DOMINION
Review JURASSIC WORLD DOMINION
“Kamu tak pernah terlatih!” desah Laura Dern saat pakar paleobotani yang kembali, Ellie Sattler, mendapati dianya satu kali lagi ada di sekitaran beberapa dinosaurus yang dihidupkan kembali secara ajaib. 7 tahun dari Jurassic World, dan nyaris tiga dasawarsa sesudah Jurassic Park, pembikin entri terkini dalam waralaba yang di inspirasi Michael Crichton, Jurassic World Dominion, akan memercayai pemirsa menjaga tersisa kasih-sayang yang serupa untuk seri yang sama dengan pucuk yang menyenangkan dari kreasi asli Steven Spielberg yang mengganti permainan.
Bawa kembali Dern, Alan Grant kreasi Sam Neill, dan Ian Malcolm kreasi Jeff Goldblum sebetulnya sebagai pernyataan dalam sekuel lega yang demikian ingin mainkan kartu kenangan hingga beberapa episodenya lebih kurang sebagai siaran ulangi dari set-piece yang telah ada awalnya. Munculnya kembali trio yang disongsong, sayang, mempunyai efek yang tidak memberikan keuntungan dari memperlihatkan begitu kurang kuatnya penerus mereka – raptor-whisperer Chris Pratt, Owen, dino-liberator Bryce Dallas Howard, dan anak tiruan Maisie (Isabella Sermon) – dibanding, bahkan juga dengan DeWanda Wise yang memberikan keyakinan perkuat tim mereka sebagai pilot Kayla yang hebat (yang share kesukaan Pratt untuk memiliki rambut merah).
Ambil lokasi yang ditinggal oleh Fallen Kingdom 2018, Dominion dibuka dengan prospect menarik dari dinosaurus yang hidup dan memakan antara kita: sebuah realita baru yang menonjol dibikin dengan mempunyai pukat nelayan yang kebalik oleh Mosasaurus di Laut Bering yang dingin. Ini ialah scenario yang sarat dengan peluang, dieksplorasi dengan optimal dalam posisi berdenyut yang membuat Owen dan Claire dicari lewat Valletta oleh satu kelompok Atrociraptors tiada henti yang mempunyai kecondongan Jason Bourne untuk parkour di atap.
Adegan semacam ini, dan adegan lain di mana sebuah peternakan Texas terserang oleh gerombolan belalang prasejarah, secara menegangkan tingkatkan taruhan secara tidak pernah kita saksikan awalnya. Karena itu, menyebalkan jika set ke-2 Dominion batasi dianya pada sarana yang diawasi di Dolomites: tempat pelindungan dinosaurus yang dipunyai oleh pakar tehnologi jahat (Campbell Scott) yang betul-betul cuma Taman Jurassic dalam segalanya terkecuali nama.
Betul, bawa seluruh pemain di bawah satu atap (virtual) memungkinkannya mereka untuk diintimidasi oleh Giganotosaurus yang serupa, raksasa mengerikan yang membuat T.Rex kelihatan sama kurang kuatnya dengan bayi raptor Owen yang ingin berpadu kembali dengan ibunya. Namun pada mempersempit sektor kegiatan filmnya, sutradara Colin Trevorrow dengan patah semangat pada akhirnya kuranginya jadi yang dicoba, yang dites, dan yang mati rasa dekat.