Terbaru Perang Thailand-Kamboja Memanas, Indonesia Dorong Jalan Damai Lewat Diplomasi ASEAN 2025
Perang Thailand-Kamboja Memanas, Indonesia Dorong Jalan Damai Lewat Diplomasi ASEAN 2025
Beritaburung.news /JAKARTA 25 Juli 2025 — Perang Ketegangan militer antara Thailand dan Kamboja kembali mencuat ke permukaan dunia internasional. Dua negara bertetangga di Asia Tenggara ini kembali terlibat dalam konflik bersenjata yang menimbulkan korban jiwa dan memicu kecemasan global. Namun di tengah kecamuk perang, Indonesia menyuarakan keyakinannya bahwa jalan damai tetap menjadi solusi terbaik.
Melalui pernyataan resmi yang dirilis Kementerian Luar Negeri RI pada Jumat (25/7/2025), Pemerintah Indonesia menegaskan sikapnya untuk terus memantau secara cermat perkembangan perang yang terjadi di perbatasan Thailand-Kamboja. Indonesia juga menaruh perhatian khusus pada keselamatan warga negara Indonesia (WNI) yang berada di kedua negara tersebut.
“Indonesia mengikuti secara seksama perkembangan di perbatasan Thailand dan Kamboja. Kami yakin sebagai negara bertetangga, kedua negara akan kembali ke cara-cara damai untuk menyelesaikan perbedaan mereka,” tulis Kemlu RI melalui akun X (Twitter) resminya.
Pemerintah RI Serukan Prinsip Piagam ASEAN
Kemlu RI menyatakan bahwa kedua negara yang kini terlibat dalam konflik militer tersebut merupakan anggota aktif ASEAN, dan sudah semestinya menjunjung tinggi semangat persahabatan, non-intervensi, serta penyelesaian konflik secara damai sesuai dengan Piagam ASEAN dan Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and Cooperation).
“Sejalan dengan prinsip-prinsip yang tercermin dalam Piagam ASEAN dan Traktat Persahabatan dan Kerja Sama, Indonesia mengajak kedua pihak menahan diri dan mencari jalan diplomasi,” tambah Kemlu.
14 Orang Tewas, Termasuk Seorang Anak
Sementara itu, laporan dari The Guardian mengonfirmasi bahwa situasi di lapangan semakin memburuk. Sedikitnya 14 orang tewas dalam serangan artileri yang diluncurkan oleh militer Kamboja ke wilayah Thailand. Korban tewas termasuk 13 warga sipil dan satu anggota militer Thailand, salah satunya adalah seorang anak laki-laki berusia 8 tahun.
Menteri Kesehatan Thailand, Somsak Thepsuthin, menyebut serangan tersebut sebagai tindakan kejahatan perang, terutama karena menyasar rumah sakit sipil di Provinsi Surin.
“Penembakan terhadap fasilitas kesehatan adalah pelanggaran serius hukum humaniter internasional. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujar Somsak dalam konferensi pers darurat di Bangkok.
Di sisi lain, militer Thailand merespons dengan meluncurkan serangan udara yang diarahkan langsung ke basis militer Kamboja. Bentrokan bersenjata tercatat terjadi di enam titik perbatasan, dan lebih dari 30 warga sipil mengalami luka-luka.
Kamboja: Thailand Langgar Kedaulatan
Pemerintah Kamboja tidak tinggal diam. Kementerian Pertahanan negara itu menuduh jet tempur Thailand telah menjatuhkan dua bom di jalur utama kota perbatasan yang menurut mereka merupakan aksi “agresi sembrono dan brutal” terhadap kedaulatan wilayah Kamboja.
Meski begitu, hingga laporan ini disusun, otoritas Kamboja belum mengeluarkan angka pasti mengenai jumlah korban jiwa dari pihak mereka. Namun, pernyataan resmi mereka menyiratkan bahwa balasan dari Thailand telah mengenai sejumlah titik vital di daerah perbatasan, termasuk jalan umum dan area penduduk sipil.
ASEAN Diharapkan Turun Tangan
Melihat potensi eskalasi perang yang semakin membahayakan stabilitas kawasan Asia Tenggara, sejumlah pengamat hubungan internasional menilai bahwa ASEAN perlu segera menggelar pertemuan darurat untuk membahas konflik ini.
Dr. Andika Mahendra, pakar geopolitik dari Universitas Indonesia, menyebut bahwa krisis ini merupakan ujian nyata terhadap efektivitas ASEAN sebagai organisasi regional.
“ASEAN harus membuktikan bahwa Piagam dan mekanisme kerjanya bukan hanya di atas kertas. Ini momen penting untuk menghindari perang berkepanjangan yang bisa mengancam perdamaian regional,” ujarnya.
Indonesia Fokus Lindungi WNI
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI juga terus memonitor keberadaan WNI di wilayah terdampak konflik. Berdasarkan data terakhir, ada lebih dari 600 WNI di Thailand dan 300-an WNI di Kamboja, sebagian besar bekerja di sektor perhotelan, pariwisata, dan pendidikan.
“Pemerintah Republik Indonesia terus memantau keselamatan dan keberadaan WNI yang tinggal di daerah terdampak. Evakuasi darurat akan menjadi opsi jika situasi memburuk,” jelas Kemlu.
Latar Belakang Ketegangan
Konflik antara Thailand dan Kamboja memang bukan hal baru. Dalam sejarahnya, kedua negara pernah berseteru terkait perbatasan dan kepemilikan kuil Preah Vihear yang terletak di wilayah sensitif. Meski Mahkamah Internasional (ICJ) sudah memutuskan pada 1962, ketegangan di perbatasan terus terjadi hingga saat ini.
Pemicunya kali ini belum sepenuhnya jelas, namun beberapa laporan menyebut adanya penempatan pasukan secara sepihak oleh Thailand di perbatasan yang dipermasalahkan, serta meningkatnya patroli bersenjata dari kedua belah pihak.
FAQ: Perang Thailand–Kamboja 2025
Q1: Apa penyebab utama konflik saat ini?
A1: Belum ada penyataan resmi dari kedua negara, namun diduga berakar dari ketegangan lama terkait klaim wilayah perbatasan dan meningkatnya aktivitas militer.
Q2: Apakah perang ini akan berdampak ke negara lain di ASEAN?
A2: Potensinya ada. Ketidakstabilan di kawasan perbatasan dapat mengganggu perdagangan, arus migrasi, hingga stabilitas politik regional.
Q3: Apa yang dilakukan Indonesia sejauh ini?
A3: Indonesia mengedepankan diplomasi dan menyerukan penyelesaian damai, sambil terus mengawasi keamanan WNI di wilayah konflik.
Q4: Apakah ASEAN akan terlibat?
A4: Belum ada pernyataan resmi, namun pengamat mendesak ASEAN untuk turun tangan guna mencegah eskalasi lebih lanjut.
Saatnya Diplomasi Bicara
Perang militer antara Thailand dan Kamboja menandai babak baru dalam ketidakstabilan kawasan Asia Tenggara. Namun harapan masih terbuka. Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya kini berada di garis depan untuk mendorong penyelesaian konflik secara damai, agar perang tidak menjadi jalan utama menyelesaikan perbedaan.
Dalam situasi ini, diplomasi, solidaritas kawasan, dan kepatuhan terhadap hukum internasional menjadi senjata paling ampuh—jauh lebih kuat dari peluru dan artileri.