Pemerintahan Kurang Kontrol 2023 Bali Dikatakan Dipasarkan ke WNA, Pemerhati: Tidak boleh Salahkan Bule
Bali Dikatakan Dipasarkan ke WNA, Pemerhati: Tidak boleh Salahkan Bule, Pemerintahan Kurang Kontrol
Pemerintahan Kurang Kontrol Pemerhati sekalian Guru Besar Pariwisata Kampus Udayana (Unud), Prof I Putu Anom berkata, jika faksinya tak sepakat dengan pikiran jika Bali dipasarkan murah pada turis luar negeri atau wisman.
Terkecuali itu, faksinya pula memandang kalau pemikiran Bali harus punya pelancong bermutu pula salah. Sebab menurut dia, di Bali mempunyai fragmen tertentu dimulai dengan pariwisata yang mahal serta ada juga yang murah Berita Burung.
Pemerintahan Kurang Kontrol “Saya tidak sependapat bila (ada asumsi) Bali dipasarkan murah. Bule yang punyai uang juga banyak ada, namun tidak semuanya orang. Semisalnya, bule yang pengen tinggal lama di sini terang ia keluarkan uangnya sedikit, rental sepeda motor, belanjanya dalam masyarakat, itu kan juga bagus langsung ke penduduk lokal. Saat segalanya mesti berbelanja ke industri saja, pengusahanya orang (asing) luar kembali,” kata Anom, saat dikontak Selasa (28/3).
Pemerintahan Kurang Kontrol “Iya semuanya unit (murah serta mahal) ada sejak dahulu kok, tidak bisa kita melarang, apakah boleh kita melarang orang yang bekalnya sedikit (ada ke Bali). Yang perlu, ia (tertata) di Bali. Kamu mempunyai perbekalan sedikit, tak bisa ke Bali, tidak ada ketentuan begitu,” timpalnya.
Sementara, berkaitan diketemukannya WNA yang lakukan tugas ilegal di Bali itu lain narasi kembali dan menurut dia hal semacam itu harus ditegur serta jika memang perlu dideportasi.
Pemerintahan Kurang Kontrol Tapi tidak boleh cuman menuding beberapa bule saja sebab kontrol pemerintahan sampai kini kurang.
“Itu kan pelanggaran, lain narasi. Itu kurang kontrolnya kita, tak boleh salahkan bulenya, kita yang keliru karena kurang kontrol. Tidak boleh sedikit-sedikit menuding bule, bule salah karena pemerintahan kita kurang kontrol,” katanya.
Dia pula sebutkan, untuk pemantauan penduduk asing di Bali sesungguhnya dapat dijalankan melalui Kampung Rutinitas di tempat.
Ditambah lagi Bali wilayahnya kecil tidak selebar Jawa serta gampang buat mengatur apabila diketemukan WNA yang menyalahi tapi pemantauan pada tingkat Kampung Kebiasaan sebagai tempat pariwisata pun tidak dilakukan.
Pemerintahan Kurang Kontrol “Di Bali, kan ada Banjar Tradisi dan Kampung Rutinitas dan kecil kembali wilayahnya lain dengan Jawa dan Bali mudah dikendalikan sesungguhnya. Pulaunya kecil, semisalnya berada di Kuta, Seminyak, di Canggu, Kepala Kampung Dinas di situ itu (mesti) tahu ini pemondokannya siapa, ini tempat tinggalnya siapa, dan siapa yang terdapat di sini. Kan tinggal melapor saja ke Kepala Dusun dan dapat ditelusuri. Namun ini yang tidak dikerjakan oleh Pemerintahan Wilayah kami. Dikit-dikit menuding bule,” tukasnya.
Dia pun katakan, kalau masyarakat Indonesia di luar negeri banyak juga yang ditemui menyalahi atau bekerja ilegal. Karenanya, apabila dikenali WNA menyalahi peraturan di Bali pastinya harus ditegur kalau betul-betul pelanggarannya berat dideportasi.
Pemerintahan Kurang Kontrol “Apa orang kita tidak ada yang menyalahi di luar negeri, banyak kok. Saya cemaskan.kuatirkan, tak boleh bermain-main dan kita mempunyai rakyat kita kerja di luar negeri, janganlah lupa ada yang di kapal pesiar ada yang kerja itu dan ini, yang perlu mereka legal bekerja,” sebutnya.
“Kalaupun WNA yang miliki ijin kerja di sini, iya tidak jadi masalah. Bila yang menyalahi, iya ditegur, jika bagaimana perlu iya dideportasi. Tak boleh katakan, banyak bule tidak berkualitas tak boleh dipersamakan ratakan semuanya, tidak seluruhnya yang sesuai itu, banyak tipe,” pungkasnya.
Pemerintahan Kurang Kontrol “Dan, tak bisa larang orang yang miliki perbekalan sedikit tak bisa ke Bali, tak bisa, tidak ada peraturannya begitu. Kita saja miliki uang sedikit ingin jalanan ke Thailand waktu 3 hari serta hemat berbelanja, bisa kok,” susulnya.
Dia pula katakan, kalau dijumpainya WNA yang menyalahi di Bali dia menilainya karena Pemerintahan Wilayah (Pemda) yang kurang disiplin serta memantau.
“Kita yang kurang disiplin, pemerintahan kita kurang memperhatikan dengan bagus, tidak baik . Sehingga siapa-siapa saja yang tiba serta bertandang ke Bali yang perlu penuhi persyaratan, tidak tahu uang banyak atau mungkin tidak, iya tidak bisa kita melarang,” katanya.
Pemerintahan Kurang Kontrol “(Wisatawan) dalam negeri lantas kita handle, budget begini saja sebatas 2 hari saja. Dapat dicarikan pondokan kelas ekonomi Rp 100 ribu per malam, ada kok,” katanya Pemerintahan Kurang Kontrol.
Dia menyatakan, jika perlu diingat yang miliki industri kelas menengah ke bawah di Bali ialah masyarakat lokal. Sementara, yang punyai industri kelas tinggi atau seperti hotel yang lux investornya yakni penduduk asing.
Pemerintahan Kurang Kontrol “Yang mempunyai industri yang murah-murah itu warga lokal, kita ingat. Memang tidak bisa orang lokal mendapat berjualan,” tangkisnya.
Dia pula menyebutkan, jika hasil dari studi yang diterima dari temannya jika beberapa hotel papan atas di Bali nyaris 40 dan 50 % buat pengasilan uangnya ada pada luar negeri tidak di Bali.
“Saya benar-benar sedih sekali, sebab apa, ada hasil pengamatan kawan saya, khususnya beberapa hotel besar itu nyaris 40 dan 50 % itu lost, uangnya kembali pada luar negeri. Lantaran mereka beli produknya ke luar negeri, produk buah-buahan, dan beberapa macam itu,” pungkasnya.
“Investor asing (yang) punyai dan bergerak pada Bali serta belanjanya buah-buahan sayur, daging di luar negeri. Lantaran pengin kwalitas serta bayarnya ke luar negeri pun serta lari uangnya kembali,” tukasnya.
Sementara, buat pelancong yang cukup atau kelas menengah kebawah mereka beli produk murah serta orang lokal yang berjualan.
“Hotel (dengan harga) Rp 200 ribu, iya bolehlah, dapat (penduduk lokal) kita kepercik. Kita kan berjualan layanan serta kita pengin usaha memang kita ingin usaha sedikit orang ingin hadir, dan kita ingin beberapa orang ada . Ada yang uang banyak ada , yang membawa uang sedikit pun bisa. Kan demikian,” sebutnya.
Dia pun katakan, kalau bab pariwisata yang bermutu di Bali, sama seperti yang sampai kini disuarakan masih jadi kontra serta pro dan pertanyaannya apa cuman pelancong yang berkantong tebal atau yang punya uang yang bisa berkeliling-keliling di Bali.
“Pariwisata memiliki kualitas salah pengertian, harus mencari yang kantong tebal, memang enteng mencari kantong tebal itu tidak ringan. Dan (wisatawan) kantong besar, iya entrepreneur besar yang untung, penduduk kita tidak bisa, yang berjualan UMKM yang di bawah, yang mempunyai hotel melati Rp 200 dan Rp 300 ribu per malam, kan tidak laris jadi,”
“Malahan (wisatawan) yang menengah (kebawah) itu dipunyai oleh orang lokal atau orang kita yang banyak. Sebab (hotel) yang sangat besar orang asing yang punyai itu. (Penduduk lokal) cuman menjadi satpam saja kita kerja di sana. Beberapa orang kita cuma menjadi pegawai dari sana, manajernya saja orang asing,” ungkapnya.
Pemerintahan Kurang Kontrol Dia kembali memberikan, kalau model produk pariwisata di Bali itu bervariasi ada yang murah ada yang mahal. Maka, pelancong yang bertamasya ke Bali sesuai sama isi kantongnya serta bisa juga memberikan keuntungan ke masyarakat Bali.
“Kita miliki tipe produk bervariasi, dari yang mahal sampai yang murah manalagi yang murah itu dan miliki orang lokal atau menengah kebawah memang tak bisa orang lokal berjualan,” paparnya.
Dia menuturkan, malahan dari rancangan pembangunan yang lebih memajukan orang itu harus diupayakan oleh pemerintahan dan jangan sempat terjadi kepincangan antara golongan masyarakat dan jangan sempat mengesalkan orang yang mempunyai wilayah.
“Kan itu yang lebih berarti. (Tujuan) berkualitas itu, produk kita yang memiliki kualitas biarpun wisatawannya sedikit miliki perbekalan, bisa ia bertandang ke Bali,” tuturnya.