Kemenhut Pastikan Pembangunan Wisata di Pulau Padar Sesuai Aturan 2025
Kemenhut Pastikan Pembangunan Wisata di Pulau Padar Sesuai Aturan
Pengantar

BERITABURUNG– Kementerian Kehutanan menyatakan bahwa pembangunan sarana dan prasarana wisata di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, memastikan seluruh proses sesuai ketentuan hukum dan konservasi. Pernyataan ini muncul menanggapi kegelisahan publik atas isu rencana pembangunan resort dan vila oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE). Pemerintah menegaskan bahwa izin, studi lingkungan, dan konsultasi publik menjadi bagian tak terpisahkan dari kelanjutan proyek tersebut.
Data Utama dan Fakta Terkini
PT KWE memegang izin usaha penyediaan sarana wisata alam sejak tahun 2014 melalui SK Menteri Kehutanan Nomor SK.796/Menhut-II/2014. Ijin itu mencakup kawasan seluas 426,07 hektare di Pulau Komodo dan Pulau Padar.
Di Pulau Padar, pembangunan dibatasi pada sekitar 15,37 hektare atau sekitar 5,6 persen dari total izin usaha di Pulau Padar. Prosentase ini jauh di bawah batas maksimal zona pemanfaatan yang diatur sekitar 10 persen dari total konsesi.
Sebelum pembangunan pondasi (148 tiang) dilakukan pada akhir 2020 hingga awal 2021, PT KWE telah diarahkan untuk menyusun dokumen Environmental Impact Assessment (EIA). Setelah arahan ini, pembangunan dihentikan hingga dokumen EIA selesai.
Konsultasi publik atas dokumen EIA dilaksanakan pada 23 Juli 2025 di Labuan Bajo melibatkan pemangku kepentingan lokal, akademisi, LSM, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya.
Monitoring populasi komodo di Pulau Padar menunjukkan kondisi stabil dalam tiga tahun terakhir, dengan indikasi peningkatan di tahun 2025 meskipun data analisis lengkap belum diumumkan.
Aspek Hukum dan Regulasi

Zona Pemanfaatan dan Batas Luas
Undang-undang kawasan konservasi memungkinkan adanya pemanfaatan wisata alam di zona yang telah ditentukan sebagai zona pemanfaatan. Dalam konteks Pulau Padar, pembangunan hanya boleh terjadi di zona tersebut dan dibatasi maksimal 10 persen dari total konsesi yang dimiliki oleh PT KWE.
Studi Lingkungan (EIA) dan Kelengkapan Dokumen
Dokumen EIA menjadi persyaratan wajib sebelum pembangunan dilanjutkan setelah izin usaha. EIA ini harus memenuhi standar lingkungan nasional, serta memperhitungkan rekomendasi dari World Heritage Centre (WHC) dan IUCN untuk menjaga status Pulau Padar dan TN Komodo sebagai situs warisan dunia.
Perlindungan Spesies Komodo dan Ekosistem
Kementerian Kehutanan menekankan bahwa pembangunan harus mengedepankan perlindungan terhadap komodo sebagai satwa endemik serta menjaga ekosistem pulau. Hal ini termasuk menjaga jarak aman dari sarang komodo, membangun akses jalan elevated agar meminimalkan dampak terhadap vegetasi dan habitat asli, serta memilih jenis bangunan semi permanen yang ramah lingkungan.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Wisata alam yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat ekonomi nyata kepada masyarakat sekitar. Di TN Komodo dan Pulau Padar, warga dari desa-desa sekitar seperti Rinca, Kerora, Komodo, Papagarang, dan Mesah terlibat sebagai pemandu wisata, penyedia logistik, suvenir, makanan, dan penyedia jasa wisata.
Aktivitas ekowisata di Labuan Bajo sudah mendukung puluhan usaha penginapan, restoran, hotel, dan kapal wisata. Jumlah pekerjaan yang muncul di sektor pariwisata lokal menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan sosial ekonomi.
Namun ada kekhawatiran bahwa pembangunan masif dalam kawasan konservasi bisa mengganggu mata pencaharian warga lokal, terutama bila akses dan kontrol terhadap penggunaan lahan tidak melibatkan partisipasi warga serta tidak sesuai dengan kaidah konservasi.
Potensi Risiko dan Kritik
Publik dan LSM mengkritisi bahwa konsultasi publik dan EIA kadang hanya bersifat prosedural tanpa dampak nyata terhadap desain dan pelaksanaan pembangunan. Kritik utama bahwa masyarakat adat dan warga lokal merasa kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Keberlangsungan habitat komodo bisa terancam apabila pembangunan yang diperbolehkan melebihi kapasitas dukung lingkungan, tidak memadai dalam pengelolaan limbah, dan tidak memperhitungkan dampak dari tingginya jumlah kunjungan wisatawan.
Risiko kerusakan lanskap dan potensi degradasi vegetasi jika pembangunan tidak memperhatikan jenis konstruksi yang ramah lingkungan dan jalur akses yang elevated. Perubahan aliran air dan erosi bisa menjadi dampak ekologis jangka panjang.
Proses Keputusan dan Pengawasan
Semua tahapan penting, dari izin usaha, penyusunan EIA, konsultasi publik, hingga persetujuan dari UNESCO dan badan konservasi internasional merupakan rangkaian yang wajib dilalui sebelum pelaksanaan pembangunan lebih lanjut.
Pengawasan dan monitoring oleh Balai TN Komodo serta lembaga independen seperti Yayasan Komodo Survival Program dilakukan untuk mengevaluasi dampak nyata terhadap populasi komodo dan ekosistem Pulau Padar.
Kesimpulan Ilmiah
Secara ilmiah, proyek pembangunan di Pulau Padar tetap di landaskan prosedur lingkungan, regulasi konservasi, dan pemantauan populasi satwa. Data-monitoring populasi komodo yang menunjukkan stabilitas dan indikasi peningkatan adalah sinyal positif bahwa kegiatan wisata bila dikelola dengan baik dapat beriringan dengan konservasi. Namun, pembangunan hanya akan bisa bertahan secara ekologis jika semua variabel ilmiah—dari EIA, kapasitas wisata, dampak sosial hingga ekologis—dihitung secara matang.
FAQ
Apakah benar rencana pembangunan 600 vila di Pulau Padar?
Pembangunan 600 vila merupakan isu yang dibantah oleh Kementerian Kehutanan. Luas pembangunan yang diizinkan hanya sekitar 15,37 hektare atau kurang dari 10 persen dari luas konsesi di Pulau Padar.
Seberapa besar area yang diizinkan untuk pembangunan wisata di Pulau Padar?
Hanya sekitar 5,6 persen dari luas izin usaha PT KWE di Pulau Padar yaitu ±15,37 hektare dari total 274,13 hektare. Zonanya harus berada di zona pemanfaatan kawasan konservasi dan mematuhi aturan pembangunan yang ketat.
Kapan dokumen lingkungan (EIA) selesai dan apakah telah disetujui UNESCO?
Dokumen EIA disusun oleh tim ahli termasuk institusi akademis dan dilakukan konsultasi publik pada 23 Juli 2025. Namun, belum ada pengumuman resmi bahwa dokumen EIA atau persetujuan UNESCO secara penuh selesai dan disahkan. Pengawasan dan penilaian internasional masih berlangsung.
Bagaimana perlindungan terhadap habitat komodo dijamin?
Perlindungan ini dijamin melalui regulasi zona pemanfaatan, larangan pembangunan beton permanen yang mengganggu ekosistem, pembangunan elevated jalan agar tidak merusak vegetasi asli, jarak aman dari sarang komodo, dan pengawasan populasi komodo secara ilmiah.
Apa manfaat sosial dan ekonomi pembangunan wisata di Pulau Padar bagi masyarakat lokal?
Manfaatnya termasuk peningkatan lapangan pekerjaan di sektor wisata lokal seperti pemandu, penyedia makan dan minuman, usaha suvenir, dan layanan jasa wisata. Pariwisata yang dikelola secara konservatif juga dapat mendorong pendapatan lokal, memperkuat ekonomi komunitas, dan meningkatkan kesejahteraan bila lingkungan tetap dilindungi.
Penutup
Pemeriksaan pembangunan wisata di Pulau Padar adalah ujian nyata seberapa jauh pemerintah bisa menyeimbangkan antara konservasi alam dan pemanfaatan wisata. Kasus ini membuka jendela pemahaman: bahwa menjaga satwa langka dan ekosistem bisa berjalan beriringan dengan pembangunan ekonomi lokal, jika setiap kebijakan diukur berdasarkan data ilmiah, regulasi ketat, dan partisipasi masyarakat.
Mari kita amati terus hasil resmi dari EIA dan rekomendasi UNESCO yang akan memutuskan masa depan Pulau Padar. Apakah proyek ini akan menjadi contoh wisata alam berkelanjutan atau justru menjadi pintu masuk risiko ekologis? Perjalanan menuju keputusan penuh akan menentukan banyak hal tentang bagaimana Indonesia mengelola warisan dunia.